Thursday, December 31, 2015

Hadasa (episode 1)

"Hadasa... makan siang sudah siap. Sayur bayam kesukaanmu, oseng tempe serta kerupuk ikan".
"Yaa Nenek... aku siap memakan... semuanyaaa", jawabku sambil menghampiri nenek.
"Aku sayang Nenek dan juga Kakek".
Nenek memelukku dengan kasih sayang. Pelukan yang terasa hangat di hati.
Di rumah kecil ini kami tinggal bersama. Aku, Nenek dan Kakek. Kami terlalu bahagia sampai-sampai tidak menyadari rumah ini terlalu sederhana dengan pembatas rumah yang hanya menggunakan gedheg*.

Bagiku nenek dan kakek adalah paduan yang menakjubkan. Nenek bersuara merdu, ahli memasak berbagai jenis masakan Jawa, hobi menjahit dan membuat kerajinan tangan.

Aku beruntung lahir di kota yang indah dengan rumah-rumah bergaya kolonial. Aku pikir kamu ingin mengetahui rumahku. Jika kamu menggunakan mobil mungkin sedikit kecewa menemukan gang yang hanya cukup dilalui sebuah mobil. Setelah lega berbelok menuju jalan yang lebih besar, kamu harus berjalan kaki menyusuri lorong yang lebih kecil. Mungkin bagimu menyebalkan menemukan tembok tinggi berdinding kasar yang tidak diplester di sepanjang perjalananmu. Dan di sisi lain tiga buah rumah sederhana berderet rapi. Belum lagi ketika ayam-ayam itu dengan kotekannya berjalan melewatimu. Untukmu semua terasa asing. Setelahnya kamu akan melihat belokan yang berakhir buntu. Di tempat yang buntu itu kau akan menemukan rumahku. Bukan di sisi kiri atau kanan tapi tepat didepanmu.

Rumah dengan pagar kayu sederhana dan pohon-pohon gandarusa yang menjulur dari atas seakan menyambutmu. Hamparan suplir yang subur ada di dekat kakimu. Kuharap engkau tidak menginjaknya. Dan di sisi tembok pembatas akan kau temukan lautan anggrek yang merekah ungu. Kakek menggantung pohon-pohon gandarusa, menempelkan bunga-bunga anggrek dan menanam berbagai macam suplir supaya kamu merasa betah.

Ketika kakimu melangkah masuk, kau menyadari taman itu melebar ke sisi kiri. Pandanganmu akan segera beralih dan kamu akan tercengang melihat taman yang lebih indah. Perpaduan tanaman favorit kakek yang ditata apik. "Lalu apakah kau melihat jendela hijau itu? Ya, itulah kamarku!" Kakimu tak akan tahan untuk tak melangkah ke sana, meski jalan setapak berbatu yang ada cukup sempit. Di pagi hari aku membuka jendela untuk menemukan pemandangan ini. Dan aku tidak bisa menahan kebahagiaanku. Bagiku rumah ini romantis dan hangat. Kau cukup duduk menikmati pemandangan di sini dengan secangkir teh hangat. Dan harimu terasa lebih cerah. Atau kalau kau tidak suka mungkin sudah terkapar dari tadi. Semoga harimu indah di sini. Setelah mengalami perjalanan ke rumah buntu yang tak menyenangkan.


Bersambung....

Gedheg = dinding partisi anyaman bambu.

Tuesday, December 29, 2015

Orang Aneh


Berawal iseng-iseng mengambil foto. Proses pembersihan ikan. Jepret... jepret... Hah? Ikannya di sikat hidup-hidup! Saya mengurungkan niat untuk memperhatikan lebih jauh dan segera mengalihkan pandangan menuju pintu masuk. Tepat saat saya mambalikkan badan kemudian, saya melihat ikan lain meronta-ronta dalam jaring melompat menggelepar. Kemudian diambil dan dibanting sama mas-masnya. Alamak... bener-bener tidak berperikeikanan. Mendingan saya masuk dan tunggu di dalam daripada nggak bisa makan nanti. Walaupun saya tidak percaya reinkanarsi dan yakin setelah mati mereka tidur selamanya. Tetap saja hati saya iba sama ikan-ikan ini.

Jadi teringat kisah lampau memelihara beberapa gurami dan lele. Rencana A dimasak sendiri. Rencana B dibawa ke restoran minta tolong masakin! Saya sering memandangi mereka sambil berpikir, "Kok nggak besar-besar?" Seiring waktu mereka menjadi super besar dengan badan aduhai. Akhirnya kami menjalankan rencana C, memelihara dibelakang rumah sampai mereka tua dan mati. Lalu dikuburkan dibelakang rumah. Dasar orang aneh! Seorang teman menertawakan saya. 

Julukan orang aneh itu terasa begitu melekat diotakku sejak kecil. Aku selalu bertanya-tanya dalam hati, "Mengapa orang lain tidak aneh dan aku aneh?" Sepanjang hidupku bertambah juga bukti-bukti yang menguatkan 'aku aneh'.

"Aku heran mengapa dia tertarik padamu, bahkan menjadi suamimu?"
"Aku lebih heran lagi ada orang sekurus kamu?", celetuk yang lain.
"Apa yang dia lihat darimu?"
"Aku tidak tahu", gumamku.

Ketika aku mengandung seorang anak dokter Andrie memberikan begitu banyak resep vitamin dan nafsu makan. Kehamilan pertama, kehamilan kedua, kehamilan ketiga dan keempat. Bahkan ia mengeluarkan tabel perbandingan antara berat dan tinggi badan untuk menunjukkan betapa tidak seimbangnya diriku. Aku hanya tersenyum.

Terakhir seorang teman bertanya dengan nada serius, "Apa yang kamu lihat ketika berada di depan kaca? Apa kamu merasa aneh?"
"Biasa aja, tidak merasa ada yang aneh. Kurus ya? Suamiku kan kurus juga", ujarku menjelaskan.
"Tubuhmu itu nggak normal, coba deh lihat baik-baik di depan kaca. Jika kamu merasa normal berarti kamu itu sakit. Dengan tinggi 163 coba berapa beratmu? Nggak sampai 40 kg kan?"
"Aku 38 kg sih sekarang. Kemarin naik 1kg", sahutku pelan.

Belajar dari buku Ajahn Brahm, jika ada masalah pasti ada solusi atau jawaban. Jika tidak ada solusi atau jawaban itu namanya bukan masalah. Biasanya aku selalu bertanya pada Tuhan jika tidak mengerti sesuatu. "Tuhan, kenapa tubuhku berbeda dengan yang lain? Mengapa begitu kurus sehingga orang-orang memandangku aneh?" Tidak kudapatkan jawaban dari Tuhan. Jadi walau hal itu mengganggu aku berusaha menganggapnya tidak ada.

Hari ini sangat spesial 25 Desember 2015, aku sudah terlambat untuk sesi pertama karena bangun kesiangan. Dan terburu-buru bersiap untuk sesi kedua. Sebenarnya tidak terlambat, namun karena hari Natal lebih pagi lebih baik. Benar, tempat parkir tidak kami dapatkan. Alhasil kami terus berputar-putar naik ke tingkat yang lebih tinggi. Di lantai 10 dengan tergopoh-gopoh kami berlari memasuki gedung. Di lantai atas itu iklan besar memanjang di sisi dinding. Kurasa Tuhan telah mengirim jawaban dan menyuruhku membaca.
"I'm not weird, I'm limited edition.
Terima kasih Tuhan,
Aku tidak aneh, Aku edisi terbatas", ucapku terharu.

Aku merasakan tulisan ini juga ditujukan untuk temanku. Kisah ini tidak untuk menyalahkan seseorang. Justru aku merasa beruntung dan berterima kasih dikelilingi oleh orang-orang yang memperhatikanku.

Foto diambil di dapur luar Bintang Aceh, ikannya segar, mie Acehnya enak walaupun terlalu pedas untukku. Awalnya keluarga ipar yang mengajak makan siang bersama. Makanannya cukup oke dengan orang-orang yang ramah. Namun ketika melangkah masuk terlihat banyak pendingin ruangan yang tidak berfungsi. Dan tepat disebelah meja kami terdapat genangan air yang berasal dari AC yang bocor. Ruangannya cukup besar. Penampilannya masih bisa ditingkatkan. Di luar saya melihat panggangan besar seukuran meja makan klasik. Barisan udang berjajar rapi hanya diujungnya. Itulah pesanan kami. Tidak ada pengunjung lain di sini. Entah kenapa? Suasana ruangan? Suhu yang panas karena pendingin ruangan tidak berfungsi? Atau suatu kebetulan.

Oh iya, seperti biasa setiap kami hampir selesai makan selalu ada pengunjung lain yang datang. Kebetulan yang aneh. Dan foto ikan sengaja tidak saya cantumkan. Yg jauh tidak terlihat menarik dan yang dekat mengerikan.

Monday, December 28, 2015

Namaku Ecomaret

Ini adalah kertas kosong, milik kami sendiri. Kebanyakan tulisanku. Kuisi dengan warna warni kehidupan yang nyata dan imajinasi tak nyata. Aku tidak berharap banyak supaya kalian suka, melihatku melakukan kegiatan yang kusuka. Ini adalah buku harianku, tempat kami berbagi kisah sorak sorai dan air mata, gegap gempita dan keheningan. Kami terus menyusuri jalan. Setapak demi setapak sampai satu saat buku harian ini masih di sini. Mungkin sempat terhambat, namun terus merambat. Karya demi karya, kisah demi kisah, nada demi nada.

Ecomaret namaku. Kata orang bukan nama romantis bernada merdu. Bagiku nama ini mendalam dengan kisah cinta lingkungan yang bisa didaur ulang. Dengan kisah Severn, bocah 12 tahun yang pidatonya membungkam orang-orang ternama. Perhatiannya pada alam bumi menggetarkan jiwa.

Mengandung makna bulan ketiga. Lagi-lagi bagiku angka ini mewakili hubungan yang seimbang antara Tuhan, manusia dan alam. Sengaja menggunakan Bahasa Indonesia karena aku mencintai. Berharap dapat melakukan sesuatu untuknya. Pun aku terlihat tak punya apapun untuk dibagikan. Kuharap aku adalah benih kecil dengan potensi besar.

Friday, December 25, 2015

Saya adalah Kapal Perang

Renungan yang bagus hari ini.
Sebuah kapal perang ikut serta dalam latihan perang. Di tengah cuaca yang buruk berhari-hari. Di suatu rembang petang, kekelaman malam menyelimuti lautan yang berkabut. Kapten kapal memutuskan tetap berada di anjungan untuk mengawasi keadaan. Pengintai di sayap anjungan melaporkan bahwa ada sinar di sebelah kanan kapal.
Kapten bertanya, "Benda itu diam atau bergerak?"
"Diam Kapten", jawab Pengintai.
Itu berarti mereka akan bertabrakan. Kapten memanggil pemberi isyarat, "Beri tanda pada kapal itu untuk mengubah arah 20 derajat ke utara".
Dari sana muncul balasan, "Ubah arah Anda 20 derajat ke selatan".
Kapten berkata, "Kirim tanda: Saya kapten, ubah arah Anda 20 derajat ke utara".
Jawaban dari sana: "Saya pelaut kelas dua, "Ubah arah Anda 20 derajat ke selatan dengan segera.
Saat itulah kapten marah sekali. Dia berkata, "Kirim: Saya adalah kapal perang. Ubah haluan Anda 20 derajat ke utara."
Dari sana ada jawaban, "Ubah arah Anda 20 derajat ke selatan. Saya Mercusuar".
Mercusuar adalah penuntun bagi kapal dalam menentukan arah.
Sumber -K.A.

Tuesday, December 22, 2015

Asal Usul

Aku adalah aku
Tanpamu aku bukanlah aku
Waktu menapak menyisir dimensi
Kau menua seiring waktu

Aku adalah aku
Dan itu adalah Kau
Tanpamu aku tak berwujud
Pun cintamu tak penuh
Ucap penunggu penunggu

Bagiku berwujud penuh
Mega mendung dibias senja
Keelokanmu tak luntur diterpa waktu
Sampai senja berubah jingga

Tak ada yang abadi
Banyak rumah telah berpulang
Hilang tak pernah kembali
Kuharap terhadapmu jangan

Kasihmu abadi dalamku
Kasihku abadi dalammu
Tak pernah cukup untukmu
Hutangku tak pernah terbayar
Seulung apapun jiwaku





Untuk Ibu
Yang melahirkanku
Yang membesarkanku
Yang menemaniku
Yang mengasihiku
Yang membiayaiku
Yang menasehatiku
Yang membentakku
Yang memarahiku
Yang memukulku
Yang merasa sepi
Membiarkanku pergi meninggalkan rumah
Mendoakanku berbahagia bersama keluarga kecilku
Dan merasa ditinggalkan buah hatimu satu-persatu

Maafkan aku ibu, belum bisa membuatmu hidup lebih bahagia

Selamat Hari Ibu
Aku Mencintaimu!

Santa

Sunday, December 20, 2015

Cinta Tak Dikenal

Pangga. Itu nama saya. Terdengar aneh? Unik? Lucu? Jarang? Saya bangga memiliki nama itu. Saya belum punya pacar alias jomblo. Padahal umur saya udah lebih dari cukup. Berhubung saya orang yang taat kepada Tuhan. Saya berdoa kepada Tuhan minta jodoh. Bayangan saya akan jodoh nantinya adalah wanita yang kuat, mandiri, tegas, pokoknya wanita yang aktif, supel, gagah perkasalah. Hahaha..

Seiring waktu saya terus berdoa. Saya merasa Tuhan telah menunjukkan jodoh saya melalui tanda-tanda. Saya jenis orang yang percaya kalo Tuhan itu menjawab doa melalui tanda. Tanda yang saya harapkan adalah saya sering bertemu dengannya. Atau Tuhan mengarahkan saya untuk selalu bertemu dengannya.

 Setelah ketemu, "Lhoo kok ini? Dak salah Tuhan?" Jangan-jangan ini cuma pikiran saya. Bukan tanda-tanda dari Tuhan. Karena wanita yang saya temui di depan ini, kelihatan kalem banget! Jawa banget! Lembut banget! Udah gitu rumahnya itu masuk jalan kecil, belok lagi ke gang kecil dan gang itu buntu di situ. Itulah rumahnya. Bukan tipe sayalah yang ini... Mungkin ini bukan tanda dari Tuhan. Ini perasaan saya saja. Saya mana mungkin jatuh cinta dengan wanita seperti ini.

 Saya punya teman dekat, namanya Pak Jimmy. Akhirnya saya mengeluarkan isi hati saya padanya. Namun bukan jawaban jelas yang saya dapatkan. Dia malah kebingungan. Mau ngomong... gak jadi.... mau ngomong... gak jadi... Cuma pipinya aja yang kembang kempis. Bikin saya penasaran aja. Akhirnya kata yang terucap dari mulutnya adalah, "Temui saya besok sore jam 6." Saya menjawab dengan rasa penasaran yang besar, "Okelah, besok saya datang."

Keesokan harinya saya ke rumah Pak Jimmy. Di sana selain melihat dia, saya juga melihat wanita yang saya ceritakan. Berdiri di situ! Di samping Pak Jimmy. Akhirnya kami saling bercerita. Wanita ini sebut saja Prita. Dia juga bercerita kalau dia sedang dikejar-kejar oleh orang tuanya untuk menikah! Jika tidak dia harus menikah dengan seorang pria yang sudah ditentukan oleh orang tuanya. Akhirnya karena bingung dan tertekan Pritapun berdoa.

Setelah berdoa dihatinya selalu muncul sebuah nama. Dalam tidurpun nama itu terngiang-ngiang dibenaknya. Nama itu adalah Pangga! "Tidak mungkin! Bagaimana nama itu bisa muncul?", pikirnya. "Mungkin karena beberapa hari ini sering bertemu. Atau teman saya terlalu sering membicarakan dia". Akhirnya Prita berdoa lagi, "Dalam nama Tuhan aku tolak Pangga!" Tapi nama itu terus muncul. Setiap kali nama itu muncul dihatinya, dia kembali berdoa seperti itu. Akhirnya kami bertemu dan saling bercerita sekarang.

Dengan senyum simpul saya berkata kepada Prita, "Okelah, kita coba pacaran sekarang. Mulai hari ini. Walaupun kita sama-sama tau. Kamu tidak mencintai saya. Dan saya tidak mencintai kamu." Jadi setelah hari itu kami resmi menjadi 'pacar'. Ketika kami berpacaran, tanda-tanda itu terus muncul. Aneh sekali. Salah satunya ketika saya membeli nomor sendiri untuk hp saya. "0812 1600 16001," sahut saya cepat. Prita terkejut, "Kok mirip punyaku 0812 1600 16002". Tanda-tanda yang konyol sih menurut saya. Namun tanda itu terus muncul dan menegaskan dialah jodoh saya. 

Akhirnya karena waktu dan desakan orang tua, singkat cerita kami menikah. Mungkin Anda benar-benar merasa kisah ini aneh, tetapi itulah yang terjadi! Pada waktu akan menikah kami belum saling mencintai. Sampai akhirnya Pastor menyuruh kami saling berjanji untuk mendampingi dalam senang dan susah, suka dan duka, sampai maut memisahkan kami berdua. Tiba-tiba rasa itu muncul. Saya benar-benar jatuh cinta padanya! 

Tanpa terasa kami telah 7 tahun menikah. Awalnya serasa menikahi orang asing yang belum dikenal karena dari awal kami tidak benar-benar berusaha mengenal dan memahami pasangan lebih dalam. Prita jam 9 malam sudah tidur. Saya tidur jam 1 malam. Jadi dari jam 9 sampai jam 1 saya sendirian. Namun saat ini hanya dengan melihat mimik mukanya atau sorot matanya. Saya paham keinginan Prita istri saya. I Love You Prita. Kurasa Tuhan telah memilihkan yang terbaik, yang paling tepat. Hanya untukku...

Buat Anda yang berada dalam situasi seperti saya saat itu. Saran saya... Berdoalah! Doa orang benar bila dengan yakin didoakan sangat besar kuasanya. Ikutilah sinyal-sinyal yang diberikan Tuhan. Banyak orang tidak peka dan tidak percaya akan tanda-tanda yang Tuhan berikan. Namun saya percaya dan berserah sepenuhnya kepada Tuhan.
Sumber -K.A.

Friday, December 18, 2015

Rumah Lama

Karya : Santa W

Rumah lama berwajah usang
Merana dalam butiran debu
Tangan tangan yang merawat sudah lenyap

Di bawah langit biru
Kenangan sendu menjelma rindu
Ketika Matahari seakan berlari
Tetap terbit dan tenggelam tepat waktu

Kenangan adalah butir larutan hati
Menanti asa yang hampir punah
Dihempas angin yang menderu
Tidak ada jawaban yang di tunggu
Hanya keadilan yang perlahan membiru

Kenangan akan rumah lama
Menyiratkan kehidupan yang terdorong jauh hingga tepian
Semoga kembali perlahan lahan dalam senja
Sebelum gelap datang menyapa

Charles Martell dari Aula John Calvin


Charles Martel bukan siapa-siapa. Sementara Abdul Rahman adalah panglima perang hebat. Ia memenangkan dan merebut daerah di mana-mana. Kini ia telah menuju kepada Bangsa Frank. Bangsa Frank saat itu lemah. Eropa dilanda wabah dua kali. Pada abad ke-7 dan ke-14 (kalau saya tidak salah dengar). Wabah yang sangat mematikan yang membuat kota-kota sepi dan sunyi. Membunuh lebih dari 1/2 penduduknya. Bahkan banyak desa yang jika kita kunjungi. Jarak antara rumah yang satu dengan yang lain amat jauh.

Ketika mereka mendengar pasukan Abdul Rahman sedang menuju ke arah mereka. Ketakutanlah mereka. Patahlah hati mereka. Dengan terburu-buru mereka mengumpulkan tentara. Terkumpul sekitar 9.000 orang tentara. Tentara inipun bukan benar-benar tentara melainkan tentara cabutan. Apa itu tentara cabutan? Bangsa Frank kebanyakan bekerja sebagai petani. Mereka menabur benih kemudian menunggu saat panen. Di sela saat-saat panen itu tidak ada yang mereka kerjakan. Mereka inilah yang kemudian di bayar dan di rekrut menjadi tentara cabutan. Jadi Anda terbayang kan apa yang akan terjadi?

Tidak ada pemimpin perang yang berani pada saat itu. Mereka sudah yakin akan hancur. Membayangkan 45.000 pasukan terlatih dari Abdull Rahman. Lalu muncullah Charles Martel. Ia tidak menyetujui konsep tentara cabutan. Lalu mau apa? Tanya orang-orang itu. Bagaimana kalau tidak pakai tentara cabutan? "Aku mau tentara fulltime bukan part time. Aku mau tentara yang terlatih.", jawabnya. "Apa kau sudah gila? Dengan tentara fulltime kita harus bertanggung jawab atas keluarganya juga. Kita harus menggaji mereka. Uang dari mana? Tidak bisa! Kita tidak punya uang. Kecuali engkau yang membayarnya".

"Aku yang akan membayarnya", jawabnya. Tahukah Anda darimana uangnya? Dari biara. Anda tau kan biarawan atau biarawati rajin sekali. Mereka membuat kerajinan, melukis, menulis karya sastra. Ketika itu menumpuk sangat banyak sementara mereka terus membuatnya. Hasilnya di jual sebelum memenuhi biara mereka. Ketika di jual dan mendapatkan uang. Untuk apa uang itu? Makan? Mereka tidak makan daging dan makan kadang 1 haripun hanya 1 kali. Itupun jika tidak puasa. Baju? Mereka memakai baju yang itu-itu saja sepanjang umur hidup mereka. Jadi mereka butuh uang yang sangat sedikit di sepanjang hidup mereka.

Charles Martell mendatangi biara dan bertanya kepada mereka. "Anda punya uang yang sangat banyak kan?" "Ya, tapi itu uang Tuhan", sahut mereka dengan hati-hati. "Bolehkah aku meminjamnya?" 
"Mau digunakan untuk apa?" 
"Untuk perang."
"Itu uang Tuhan", sahut mereka mengingatkan.
"Untuk perang Tuhan. Jika tidak kita semua akan mati. Dan uang itu juga akan dirampas", tegas Charles Martell
"Baiklah engkau boleh meminjamnya", mereka mengijinkan.

Para pemimpin bahkan pemimpin gereja tidak setuju. Mereka sangat marah ketika Charles Martell mengambil uang biara. Namun tidak ada yang dapat berbuat apa-apa. Sebab keadaan mereka sangat terjepit waktu itu. Waktunya tinggal beberapa bulan. Pasukan Abdul Rahman sedang menuju ke negara mereka. Charles Martell merekrut dan membuka lowongan tentara. Akhirnya terkumpullah 30.000 orang. Dalam bulan-bulan itu mereka berlatih setiap hari siang dan malam. Mereka bersiasat dan menyebarkan kabar burung bahwa telah terkumpul 50.000 pasukan terlatih. Hal ini sampai ke telinga Abdul Rahman.
"Pengawal, apakah benar pasukan musuh ada 50.000 orang?", tanya Abdul Rahman.
"Saya tidak tahu keadaannya, tapi saya dengar demikian."
"Bukankah kemarin dikatakan hanya 9.000 orang?"
"Iya kemarin saya juga mendengar begitu."
"Lalu kenapa sekarang jadi 50.000?"
"Saya kurang tahu".

Setelah itu sampailah pasukan Abdul Rahman di satu tempat. Mendirikan kemah-kemah perbekalan. Kemudian mereka berhadap-hadapan. Selama 2 minggu. Lho? Sebenarnya mau perang nggak? Mau. Mereka tidak mau gegabah. Bagaimanapun juga 30.000 dibilang 50.000 tidak kelihatan. Susah hitungnya. Dan susah memprediksi kebenarannya.

Selama 2 minggu itu sebanyak 10.000 pasukan Charles Martell mengitar ke belakang dan mencuri kemah-kemah perbekalan mereka yang juga berisi harta rampasan. Sementara itu di garis depan. Pasukan Charless Martell pura-pura ketakutan dan diam. Akhirnya perbuatan merekapun ketahuan. Pasukan Abdul Rahman segera mundur ke belakang untuk menyelamatkan perbekalan dan harta rampasan yang sudah mereka peroleh selama ini. Segera setelah melihat mereka mundur. Charles Martell memerintahkan untuk memukul mereka kalah.

Setelah kejadian itu bahkan bangsa Frank meminta Charles Martell menjadi raja. Namun dia tidak mengambil kesempatan itu.

Kemarin saya mendengar cerita ini di aula John Calvin, dibawakan oleh Bapak Jimmy Pardede.

Nah, saya melenceng sedikit dari pembahasan kemarin. Walaupun bukan ini yang dibahas kemarin. Saya mengambil dari sisi lain. Dari sini bisa kita lihat bahwa melihat kenyataan pertama. Tidak mungkin Charles Martell menang. Tidak mungkin bangsa Frank menang. Keadaan bangsa itu baru saja terkena wabah. Penduduknya sangat sedikit. Tidak ada tentara. Penentunya adalah semangat juang yang tinggi. Bukan masalah SARA atau yang lain. Sebaiknya kita melihat. Kebanyakan orang tidak memiliki semangat juang. Memilih menyerah ketika dihadapkan pada kenyataan yang tidak sesuai harapan. Setelah semangat kita juga butuh siasat. Ketika kita melakukan segala sesuatu harus memiliki perencanaan yang matang dan siasat yang jitu.

Saya harap kita semua memiliki semangat seperti itu secara positif bukan bagi keuntungan diri sendiri atau kelompok tertentu, tetapi untuk menjadikan kita pribadi yang indah di mata Tuhan.