Saturday, October 31, 2015

Gramedia Dihatiku


Waktu itu kira-kira umurku 10th, mungkin sekitar kelas 4 SD. Ya... Tepat ada di sana! Ingatanku melayang menuju ke masa silam, sekitar 25 tahun yang lalu. Hari itu sudah menjelang sore, "Indah sekali cahaya di sana!". Entah mengapa, aku begitu menyukai pemandangan ini. Sebisa mungkin aku sempatkan diri untuk melihatnya. Setiap hari! "Engkau begitu mempesona. Taukah kamu? Setiap aku memandangmu, keindahanmu tidak pernah sama!", seruku dalam hati. Aku juga tidak peduli jika seseorang menganggapku gila karena aku bercakap-cakap dengan matahari.
Aku tumbuh di sebuah kota kecil yang nyaman dengan orang-orang yang ramah dan buku-buku yang berlimpah. Tidak heran kan jika tempat ini di sebut kota pelajar? Aku merasa begitu beruntung, karena Tuhan sudah menempatkan aku di tengah-tengah keindahan ini.
Sore itu kaki kecilku melangkah dengan cepat. Menuju satu-satunya "kota buku" pertama, terbaik dari yang pernah kukenal. Mungkin Anda merasa berlebihan ketika aku menyebutnya kota. Mungkin juga Anda mengira aku salah menuliskan katanya.
Namun gadis cilik ini tidak melihat sebuah toko buku. Dengan berat badan yang belum mencapai 20kg atau mungkin hanya 16kg, aku melihat dengan mata yang berbeda. Yeah.. sebuah kota tersendiri. Kota favoritku. Tempat yang membuatku hidup lebih baik, tumbuh lebih dewasa dan mewujudkan mimpi!


Berawal dari kota kecil dan dimulai dari kesukaanku membaca buku. Perjalananku bersama Gramedia yang sesungguhnya di mulai. Kalau diingat kembali peristiwa ini bermula ketika orang tuaku mengajak aku dan adikku untuk membeli beberapa buku yang mereka perlukan. Aku bersama-sama adik laki-lakiku turut mampir ke Gramedia. Sesampai di sana kami berlarian dan tertawa-tawa sementara orang tua kami memilih-milih buku. Lalu tiba-tiba datang seorang Bapak Satpam berkumis tebal, bertubuh besar dengan kulit yang agak gelap. Kami ketakutan melihat tampang galaknya. Namun yang mengejutkan Beliau tidak datang untuk memarahi kami. Dengan suara yang lembut Beliau mengajak dan menggandeng tangan kami. Memperlihatkan buku koleksi bergambar yang sangat indah. Hmm, Kami belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya. Lalu segera dengan cepat tangan mungil kami memilah-milah buku, melihat-lihat gambarnya dan menyimpannya beberapa untuk di bawa kepada mama dan papa. Hari itu aku dan adik laki-lakiku dibelikan beberapa buku bergambar sederhana.


Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia, aku telah beranjak dewasa. Bukan lagi cergam Tintin, Asterix atau Agen 212. Juga bukan komik saku Marichan, Kungfu boy, Dragon Ball atau Conan. Kali ini aku mendapatkan buku-buku pengetahuan untuk bahan kuliah. Pernah suatu saat uangku habis setelah membeli beberapa buku yang harganya cukup menguras dompet. Tapi aku masih menginginkan sebuah buku lagi. Kupikir isinya cukup menarik. Diam-diam aku mengambil lembar catatan beserta pulpen dari tasku. Dengan mengendap-endap aku menyendiri di satu tempat yang sunyi dan mulai mencatat isi buku yang kuanggap penting.
Tiba-tiba datanglah seorang satpam bertubuh kerempeng, menegur dengan nada cempreng yang menyebalkan. "Mbak dilarang mencatat isi buku, tolong kembalikan buku itu di tempat semula!" Aku mencoba berdalih, " Tapi Pak, Aku cuma mencatat sedikit saja, boleh ya... 15 kalimat aja deh..." Lalu dengan percaya diri, aku menunjukkan sekantong buku yang kubeli di sini dengan plastik berlogo khas Gramedia. "Lihat Pak, Aku sudah beli banyak, uangku tidak cukup untuk membeli lagi, ijinkan Aku mencatat sedikit saja yaa? 15 kalimat saja.." Lalu pak satpam menjawab, "Tidak boleh! Memangnya di sini perpustakaan umum? Tolong bukunya dikembalikan ya Mbak."
"Ughhh, Dasar satpam kerempeng yang menyebalkan!" gerutuku dalam hati. "Masa 15 kalimat saja tidak boleh! Keterlaluan! Benar-benar pelit.. pelit.. pelit!" Aku berjalan lambat-lambat dengan langkah gontai. Kubiarkan rambutku menutupi lebih dari setengah mukaku, sambil berharap tidak ada yang melihat kejadian yang memalukan ini. Sesampainya di rumah, setelah berganti baju, mandi sore dan bersantai, aku membuka bungkusan plastik Gramedia tadi.
Sambil melihat-lihat isi buku yang kubeli, pikiranku kembali melayang ke peristiwa siang tadi. "Hmm, Mungkin benar juga satpam tadi. Beliau cuma menjalankan tugasnya dengan baik. Karena bisa-bisa aku mencatat 15 kalimat yang sangat panjaaang sekalii... tanpa tanda koma dan titik" gumamku sambil terkekeh-kekeh sendiri.


Tahun demi tahun berlalu dan aku mempunyai pacar lalu menikah! Dengan kemampuan memasak nol besar. Aku kembali ke Gramedia dan mencari buku-buku memasak. Sebenarnya tanpa buku-buku tersebut aku masih bisa terjun ke dapur memasak Indomie dengan telor ceplok kesukaanku atau telur dadar. Tapi astaga.. Sebagai istri yang baik masa aku melakukan itu? Tentu saja tidak!
Setelah itu aku mendapat kejutan besar. Aku hamil! Aku melihat muka suamiku berseri-seri. Aku merasakan hentakan-hentakan kecil diperutku. Aku kembali bersyukur ketika teringat betapa Tuhan mencintaiku. Membuatku merasakan semua keajaiban ini. Dengan kebahagiaan yang luar biasa, aku kembali ke Gramedia dan mencari buku-buku panduan tentang kehamilan, tentang membesarkan buah hati. Aku berusaha hidup dengan lebih baik setiap hari. Dan membuat semua yang ada disekitarku menjadi lebih baik.
Saat ini mungkin usiamu sudah tua. Dan aku bukan lagi gadis cilik yang berlari kecil ke arahmu. Tetapi aku tidak pernah meninggalkanmu. Aku menyimpanmu di dalam hatiku.. sampai detik ini. Aku membiarkan anak laki-lakiku dan anak perempuanku berlarian dengan langkah kecil yang lucu ke arahmu. Setelah itu mereka dengan mata yang berbinar-binar dan semangat yang meluap-luap, membaca menggunakan suara terbata-bata dipojokan. Selanjutnya, tentu saja.. membawa pulang setumpuk buku dengan gambar-gambar yang mereka sukai.
Seperti caraku melihat matahari terbenam dengan keindahan yang selalu berbeda. Demikian juga aku memandang Gramedia. Aku juga terus percaya, kalau Gramedia selalu mampu untuk melakukan dengan lebih baik. 


Ada banyak toko buku di Indonesia. Sama-sama berbentuk toko dan menyediakan buku-buku yang kurang lebih sama. Namun Engkau sebagai pelopor memiliki cara yang berbeda, ide yang berbeda dengan inisiasi dan inovasi baru yang berbeda sesuai dengan perkembangan jaman yang terus berubah. Engkau bukan sekadar rumah buku... atau surga buku. Engkau hidup! Di hati banyak orang dengan banyak arti dan menjadi teman sejati bagi kami semua.
Terima kasih Gramedia.