Mengajari dan membacakan pelajaran untuk mereka, setelah hampir selesai dan ternyata aku tidak didengarkan sama sekali. Memanggil namanya dan menyuruh mereka melakukan sesuatu, lalu tidak ada jawaban. Padahal kupastikan aku mengulangnya lebih dari 3 kali. Kurasa kupingnya ketinggalan entah di mana...
Aku tahu pasti momen-momen ini akan berakhir ketika mereka beranjak dewasa. Dan waktu itu kurasa aku akan merindukannya. Namun entah kenapa kali ini kesabaranku habis. Dan biasanya selalu begitu. Panggilan lemah lembut berubah jadi emosi. Lalu aku jadi berteriak-teriak tidak jelas. Entah terlalu banyak teori yang berbeda dengan kenyataan. Atau aku yang tidak bisa menerima kenyataan hidup, ketika mereka tidak melakukan sesuai keinginanku.
Aku mencintai rumah yang rapi dan bersih. Kurasa semua orang demikian. Sayangnya sejak kelahiran anak pertama, aku selalu kehabisan waktu, sampai sekarang. Rasanya banyak sekali hal-hal yang harus kukerjakan. Tugas-tugas yang harus kutunaikan. Namun tak kunjung selesai dan tak pernah selesai. Semuanya selalu kembali begitu cepat.
Pakaian kotor yang menggunung dengan cepat, sepatu-sepatu yang berserakan di depan pintu, mainan-mainan yang berserakan di lantai. Ketika kubereskan, aku tahu itu tidak akan bertahan lama. Sampai akhirnya kuberikan satu ruang yang cukup besar untuk mereka belajar dan bermain. Ruang itu kuberi nama "Pojok Berantakan". Rasanya begitu keren ketika aku menemukan ide itu.
Yah, tapi aku berterima kasih pada Tuhan, jika saat ini hidup dengan baik di tengah kekacauan ini. Itu karena Tuhan mengaruniaiku sebuah keluarga yang sangat aku cintai. Dan semua ini adalah bukti bahwa aku diberkati.
No comments:
Post a Comment