Growing in the Family God
Aku berharap tulisan ini cukup berguna untukmu dan anak-anakku nantinya, karena waktu berlalu cepat.
Sebelum ini kita dikejutkan dengan sebuah berita di Jepang. Bukan hanya kita, bahkan seluruh dunia terkejut. Kisah tentang bocah 7 tahun yang sangat nakal. Saking nakalnya ia berulah lagi ketika sedang dalam perjalanan bersama orang tuanya. Dalam keadaan sangat marah, kedua orang tua anak itu menghukum si anak dengan cara memberhentikan mobil dan meninggalkan anak itu di tepi jalan sendirian, di samping hutan. Lalu mereka pura-pura pergi. Setelah beberapa saat mereka berputar kembali untuk menjemputnya dengan harapan anak kecil itu ketakutan dan jera. Hasilnya di luar dugaan mereka, dalam waktu yang sebentar itu si anak telah menghilang tanpa jejak. Jalanan sangat sepi dan ada kemungkinan ia masuk ke dalam hutan. Yang membuat mereka menyesal adalah hutan itu dihuni oleh beruang-beruang ganas. Mereka panik ketakutan, melapor polisi dan berupaya mencari anak kecil itu. Semua orang yang mendengar sangat marah. "Bagaimana mungkin kalian sebagai orang tua meninggalkan seorang anak kecil sendirian di tengah hutan yang di huni beruang ganas?" Aku dengar 150 orang tentara dikerahkan untuk menyisir hutan. Dalam waktu 48 jam mereka tidak menemukan anak itu. Keesokan harinya mereka terus berjuang berusaha mencari untuk menyelamatkan nyawa anak kecil itu. Sampai hari ke-4 mereka tidak menemukannya. Perasaan khawatir menghinggapi mereka semua. Bagaimana jika nanti diserang beruang? Bagaimana ia makan atau minum? Pada hari ke-6 anak itu ditemukan di kamp pelatihan tentara yang terletak di tengah hutan tanpa kekurangan suatu apapun kecuali kelaparan dan kehausan. Bagaimana mungkin? Kurasa mujizat telah terjadi. Tuhan yang melindungi anak ini. Kau pikir mengapa semua orang khawatir?
Karena ia anak kecil berumur 7 tahun dan terpisah dari keluarganya. Kita semua memiliki keluarga. Keluarga jasmani saat kita hidup di dunia ini dan keluarga rohani setelahnya. Keluarga jasmani sifatnya hanya sementara. Tetapi keluarga rohani kita sifatnya kekal. Karena itu perjuangkan keluarga jasmani kita yang belum lahir baru supaya kita tetap berkumpul bersama-sama nantinya. Percaya kepada Tuhan Yesus dan lahir baru sebagai anak Allah.
Babtisan air adalah tanda kelahiran baruku dalam keluarga Allah. Sejak ribuan tahun yang lalu, cincin kawin telah menjadi lambang komitmen antara suami dan istri. Lingkarannya yang tak berujung menyimbolkan kekekalan. Lubang ditengahnya dipercayai sebagai pintu gerbang untuk menuju hal-hal dan berbagai peristiwa, baik yang telah atau belum diketahui. Dengan demikian pertukaran cincin juga dapat diartikan sebagai deklarasi cinta yang abadi di antara dua pribadi, apapun yang terjadi.
Ketika mereka memasangkan cincin di jari satu sama lain, mereka sedang memeteraikan cinta mereka ke dalam sebuah pernikahan. Untuk mengakui satu sama lain sebagai pasangan hidup di hadapan banyak orang. Hal ini, tentu saja didasari oleh kasih dan kerelaan hati kedua mempelai.
Dalam beberapa sudut, babtisan memiliki artian yang sama seperti cincin kawin. Namun, tentu saja babtisan juga memiliki makna yang jauh lebih dalam lagi. Ketika kita ditenggelamkan ke dalam air, kita diingatkan akan kasih Allah kepada kita. Bahwa Yesus telah mati di kayu salib dan dibangkitkan kembali dari antara orang mati untuk kebaikan kita. Kita memberi diri dibabtis bukan sebagai syarat keselamatan, tetapi sebagai pernyataan iman kita kepada Tuhan Yesus di hadapan dunia. Sebagai simbol pertobatan dan komitmen untuk memulai lembaran hidup baru sebagai anak Allah. Karena ketika dibabtis, kita dimeteraikan Allah sebagai anak-Nya dan menjadi bagian dari keluarga Allah. Yang juga berarti bahwa kita berhak untuk menerima janji-Nya.
Sebelum menikah, seorang gadis masih bisa diperebutkan. Tetapi setelah menikah ibarat sudah dimeteraikan. Sudah sah. Hubungan yang serius.
Sebagai anak-anak Allah, kita harus tinggal dalam keluarga Allah. Memiliki wadah untuk bertumbuh. Bagiku tempat itu adalah gereja. Demikianlah kita bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus. Ada gereja universal dan gereja lokal. Gereja universal artinya kita menjadi kawan sewarga dari orang-orang kudus di seluruh dunia. Gereja lokal artinya kita menjadi anggota-anggota keluarga Allah.
Arti dari menjadi keluarga Allah adalah hidup bersama, berfungsi dan bekerja sama dalam keluarga rohani kita, yaitu gereja lokal di mana Tuhan menempatkan kita.
Alkisah ada seorang anak yang tertidur setelah menikmati makanannya. Sementara ia tertidur, anggota-anggota tubuhnya mulai mengadakan rapat. Mereka hendak membicarakan siapa yang baru saja memberikan kontribusi terbesar bagi tubuh si anak. "Tentu saja aku", ujar si perut dengan bangga, "Tanpa aku yang mencerna makanan, nutrisi tidak dapat disalurka ke seluruh tubuh". Mulut tidak dapat menerimanya, "Tapi akulah yang mengunyahnya, selain itu, tanpa aku, tubuh tidak dapat merasakan nikmatnya makanan". Tanganpun membuka suaranya, "Akulah yang berperan menyuapkan makanan kepadamu, mulut". "Dan aku yang berlari untuk mengejar si abang jualan," sambar kaki. Matapun tak mau kalah, "Ya, tanpa aku, kau tentu tidak dapat melihat ke mana kau berlari". Untuk beberapa saat lamanya, mereka saling sibuk berdebat. Mendengarkan itu semua, akhirnya telinga berucap, "Jangan lupa, siapa yang mendengar seruan 'Bakso! Bakso!' dari dalam rumah?"
Sama seperti setiap anggota tubuh yang memiliki fungsi berbeda, tetapi saling mendukung untuk mencapai tujuan, demikian juga dengan setiap kita sebagai anggota tubuh Kristus. Ketika kita diciptakan, Tuhan sudah menentukan kita untuk melakukan tugas yang berbeda-beda. Walaupun begitu kita semua adalah satu kesatuan. Orang Kristen tanpa gereja lokal adalah seperti anggota tubuh tanpa tubuh keseluruhannya.
Bergabung dalam keluarga Allah sangat bermanfaat buat kita. Kita bisa belajar menjadi keluarga-Nya Tuhan dan menemukan tujuan hidup kita sebagai anak-anak Allah. Kita juga digembalakan, diarahkan supaya tidak tersesat. Semuanya berakhir pada jalan kehidupan. Kita juga mendapat perlindungan rohani dan dimuridkan sehingga bertumbuh dewasa menjadi serupa dan segambar dengan Allah. Pemuridan adalah kunci kita bertumbuh dalam karakter. Diumpamakan seperti berikut. Kita bersekolah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Namun Keluarga adalah sekolah kehidupan. Di sana kita belajar aturan, larangan, perintah, toleransi, menghargai dan kasih sayang. Apa gunanya bila seorang anak sangat pandai dalam semua bidang ilmu pengetahuan namun tidak tahu cara menghargai, tidak memiliki toleransi dan kasih sayang?
No comments:
Post a Comment